Temaram api membayang memaksa lensa mata untuk beradaptasi
dengan keadaan. Tangan bergetar meraba setiap relief mencari topangan untuk
berdiri. Selagi membersihkan debu yang mendekap dengan kuatnya, Ciel menguatkan
topangannya.
“Apa yang sebenarnya barusan terjadi? Sepertinya aku terjatuh
pingsan karena cahaya tadi.”, sambil mengamati keadaan sekitar yang hancur dan
terbakar seperti meteor dalam legenda Gods’ Treason. Mendadak terasa aura
tekanan yang daritadi sebenarnya terasa samar-samar, akan tetapi ini jelas
nyata.
“Siapa disana! Keluarlah dan hadapi aku dalam Fiducia
Dimension. Aku tahu daritadi kau mengikuti diriku pengecut!”
Suara Ciel hanya membentur alam, menggaung tiada balasan.
Sepi, sunyi, dan tidak menampakkan apapun. Ciel mulai menarik belati untuk
berjaga dari serangan tiba-tiba mengingat akhir-akhir ini banyak kejahatan yang
sedang terjadi di desa Villant.
Mendadak angin bergemuruh, terlihat jejak bayangan yang
cepat, hampir bersatu dengan gelapnya malam hingga akhirnya semua kembali
tenang. Tampaklah seorang perempuan cantik yang memakai jubah berwarna biru safir
dengan bulu yang sangat tebal dan pedang yang memiliki sarung bermata Truth
Stone, pertanda bahwa dia bukan orang sembarangan. Tingginya hampir setara
dengan mata yang menghias seakan mampu merasuki setiap jiwa perjaka. Wajahnya
yang manis dan...
“Siapa kamu? Mau apa kamu mengikuti aku?”, tanya Ciel
mencoba mengembalikan kewaspadaannya.
“Aku Scintilla Spada, kamu bisa memanggilku Tila. Maaf bila
aku membuatku merasa terancam. Aku hanya ingin berteman denganmu. Aku tahu
tujuan kita sama. Aku ingin bersama denganmu.”
Kata-katanya seakan
hipnotis dari penyihir Doroth yang melegenda, merasuk menggetarkan hati. Ciel mengamati
keindahan yang tampak mendekati sempurna ditambah dengan pedang yang...
“Tunggu dulu! Aku tidak mengenalmu dan tiba-tiba kamu ingin
berteman denganku. Kamu memiliki pedang yang langka dan kuat. Apa sebenarnya
maksud dan tujuanmu?”
Dia pun kemudian maju selangkah demi selangkah, mendekat
tanpa memiliki rasa takut sedikitpun. Dia seperti bidadari yang melangkah
dengan kepastian, tanpa ragu untuk meraih seseorang.
“Aku sungguh memerlukan bantuanmu. Aku tidak yakin harus
bagaimana. Hanya dengan pedang ini, tak mungkin aku sanggup menggapai
keinginanku menghancurkan Figlio Di Inferno!”
Kalimat terakhirnya terucap tepat saat dia berada didepan
batang hidup Ciel. Ciel pun luluh, teringat saat kehilangan semuanya, saat
monster jahannam itu menghancurkan Bezarius Wall, tempat desa kelahirannya
berada. Sesaat kemudian dia memeluk erat sambil menumpahkan segala pedih yang
tertumpuk belasan tahun lamanya. Saat Ciel mulai memejamkan mataku
mengistirahatkan sejenak menenggelamkan diri pada nostalgia lama akan keluarga,
mendadak datanglah sekelompok orang asing.
“Siapa kalian!”, sembari membatasi tatapan mereka terhadap
Tila yang masih bersedih.
“Aku tidak mencarimu anak muda. Aku hanya menginginkan
perempuan muda yang ada dibelakangmu itu untuk diserahkan kepada Figlio Di
Inferno untuk dijadikan sebagai pelacurnya.”, jawab 3 orang sembari tertawa
hingga mengguncang jubah baja yang mereka pakai.
“Aku tidak akan membiarkan tindakan kalian penjahat! Fiducia
Regret!”
Dimensi pun bergetar, terpanggil akan darah yang akan tumpah
mengalir dari salah satu pihak. Ciel pun mengeluarkan belati rahasia yang
jarang dia gunakan selama mengembara kecuali ada penjahat yang yang dianggapnya
cukup kuat. Nampak aurora memancar dari belati itu, menampakkan adanya kekuatan
yang terkubur didalamnya. Belati itu semakin memancarkan gurat hijau yang
mengukir setiap sudut belatinya, mengubah bentuknya menjadi sesuatu yang aneh,
bukan sebuah belati biasa. Ujungnya runcing dengan punggung melengkung dan terpotong
seakan sirip naga utara dan sebaliknya seperti gigi naga selatan.
“Hah! Singkirkan saja mainanmu daripada harus mati melawan
prajurit tangguh seperti kami ini sebelum kepalamu terpenggal.”, jawab salah
seorang dari mereka dengan menampakkan kapak dan perisai besar mereka.
“Kalian lah yang akan terdiam dan malu harus memakai jubah
prajurit seperti itu.”
Peperangan pun dimulai. Para prajurit tersebut menyerang
dari 3 penjuru, berlari mendekati Ciel. Ciel pun menarik belatinya kedepan
sembari menutup matanya, bersatu dalam irama alam. Para prajurit pun berlari
semakin dekat.
“Spaccatura!”
Teriakan Ciel membuat belati itu bergetar. Diayunkanlah
belati itu ke suatu titik didekatnya, hanyalah sebuah angkasa yang kosong.
Mendadak terdengar retakan yang merambat cepat, membelah angkasa menjadi
kepingan-kepingan. Dunia terasa seperti kaca yang mengalami kerusakan, retakan
yang terus merambat keluar dengan cepat dan meraih para prajurit itu, membuat
semua hal yang terjangkau oleh retakan itu terhenti dalam hampa. Seketika
keluarlah cahaya lembut dari belati yang menandakan hancurnya semua retakan itu
menjadi kepingan cahaya yang lambat laun sirna. Semuanya terlihat seperti sedia
kala, tiada kehancuran seperti terbelahnya tanah sesuai yang nampak pada
retakan tadi. Semua kembali, kecuali para prajurit yang terjatuh diam tak
bernyawa.
“Bruk!”
Ciel pun jatuh tak sadarkan diri. Meninggalkan dengan tenang
pertarungan tadi. Mengistirahatkan sejenak tubuhnya yang masih lemah karena
kejadian misterius sebelumnya.
*bersambung*
Tolong ya komentarnya untuk perbaikan~ :3
Tolong ya komentarnya untuk perbaikan~ :3
kaaakk!!! kereeeenn!!! d*-*b tapi bahasanya ribet banget kak -,- tapi keren kok kak!! walaupun bahasanya masih kak adit banget (re: lebay) tapi ini keren banget kaak (y)
ReplyDeletemakasih~ :3
Delete