“Pengumuman!
Pengumuman!”. Terdengar suara petugas kampus bagian kemahasiswaan sedang
membacakan suatu pengumuman penting di kampus ini. Pengumuman pembagian kelas
akhirnya ditempelkan rapat berjajar di mading kampus. Mahasiswa-mahasiswi
berlari berduyun-duyun menyusuri anak tangga mendekati kertas pengumuman
pembagian kelas tersebut. Tak terkecuali si Darko. Darko adalah seorang
mahasiswa di sekolah kedinasan ini. Dia berperawakan tinggi dan putih. Badannya
gembul dan wajahnya yang baby face
sering membuat orang lain gemes melihatnya.
“Misi
misi misi.” Darko pun tak kalah ingin segera melihat kelas yang akan dia
masuki.
“Ah akhirnya ketemu juga namaku!” sembari mengarahkan jari telunjuknya ke kertas yang tertulis namanya.
“Ah akhirnya ketemu juga namaku!” sembari mengarahkan jari telunjuknya ke kertas yang tertulis namanya.
“Darko Widiatmoko.
Ketemu juga nama terkeren sedunia ini. Dari tadi aku cari-cari dari kelas awal,
eh ternyata aku dapat kelas abjad terakhir.” Gerutu Darko karena namanya
tertera di kelas abjad terakhir di kampusnya.
“Kalo
tau gini tadi aku cari dari bawah aja deh. Capek kali ngangkat tangan terus
sambil nunjuk sana sini. Untung tanganku gak sampai kram.”
Sekolah
tinggi dimana tempat menuntut ilmu Darko ini menyediakan tiga belas kelas dalam
setiap tingkatnya yakni dari kelas A sampai M. Setelah melihat namanya
tercantum di bagian kelas M, Darko pun melangkah mundur untuk keluar dari
kerumunan para mahasiswa. Ketika dia melangkahkan kaki kanannya mundur
selangkah, tanpa sengaja terdengar suara jeritan lirih dari belakangnya.
“Aw..!”
Terdapat seorang gadis tengah menjerit dengan lirihnya di belakang Darko.
“Astaghfirullah.
Kakimu terinjak kaki kananku ya?” tanya Darko.
“Hmmt..
Iya.” Jawab gadis itu sambil menundukkan kepalanya.
“Aduh
maaf ya, aku beneran gak sengaja nih. Maklum ramai banget disini, jadi agak
susah gerak deh. Apalagi badanku gedhe gini, jadi ya agak susah juga buat
mengawasi kakiku biar gak nginjek kaki orang, apalagi kaki cewek.” Sahut si
Darko dengan gaya konyolnya.
“Iya,
gak papa. Nyantai aja.” Jawab santai sang gadis.
Darko
pun mempersilakan gadis itu untuk melihat pengumuman pembagian kelas. Kemudian
dia berjalan keluar dan menuju ke tempat favoritnya di kampus yaitu kantin. Dia
termasuk orang yang suka makan. Tak heran jika badan yang dimilikinya adalah
tipe big size.
Saat
dia menikmati hidangan yang disajikan Bu Iyem, ada dua orang temannya muncul
dan membuatnya kaget.
“Buadaalaa!!”
“Ah
Cahyo gak lucu nih! Lihat nih makananku ada yang tumpah kan. Ingat, makanan itu
berharga. Kasihan nih perutku, jatah makannya kamu buang gitu aja.” Gertak
Darko kesal karena sahabatnya, Cahyo dan Dito.
“Haha..
Dasar Paus alay, baru juga gitu aja udah ngambek. Makanan jatuh dikit gitu aja
protesnya minta ampun kayak gak pernah makan aja nih. Ingat, cadangan masih
banyak tuh.” Sindir Dito sambil memukul perut Darko.
Paus
adalah julukan tersendiri dari kedua sahabat Darko. Entah kenapa julukan itu
pantas diperoleh Darko, seorang baby face
gembul yang hobi makan dan tidur.
Keesokan
harinya, Darko mulai memasuki kuliah perdananya di Kampus. Sayangnya, tiga
serangkai yang terdiri dari Darko, Cahyo, dan Dito tidak sekelas. Cahyo
memasuki kelas yang sama dengan Darko yakni kelas 1-M, sedangkan Dito masuk kelas
1-H.
Hal
pertama yang dilakukan di dalam kelas 1-M adalah perkenalan. Sesama anggota
baru dari kelas ini selayaknya berkenalan untuk mengakrabkan satu sama lain.
“Hai.
Perkenalkan teman-teman. Namaku Darko Widiatmoko. Aku berasal dari Surakarta.
Sebut saja Darko. Itulah panggilanku” si Darko memperkenalkan diri.
Giliran
selanjutnya adalah seorang gadis yang tanpa sengaja kakinya terinjak oleh Darko
sewaktu pengumuman pembagian kelas. Darko pun terkejut melihatnya, ternyata
gadis bersuara lirih itu sekelas dengannya.
“Lhoh
dia kan yang tadi kakinya aku injak. Aduh gimana nih. Semoga saja dia lupa
masalah itu.” Gumam Darko sambil harap-harap cemas.
Gadis
ini bernama Nurul Hasna. Dia menjadi sesosok wanita yang mendadak menjadi
primadona di suatu sekolah kedinasan ini. Wajahnya yang manis, pipinya yang
merah merona, bulu matanya yang lentik, dan sikapnya yang begitu menawan
membuat para lelaki di kampus itu terkagum kagum olehnya. Bahkan, para bidadari
pun mungkin dibuat iri karena keanggunannya. Sesekali, dia berjalan di depan
kerumunan banyak mahasiswa dengan kepala tertunduk. Karena kepiawaiannya dalam
menjaga diri ini, banyak lelaki yang memendam hati padanya.
Rasa
damai saat memandangnya tanpa terasa menyudahi begitu saja perkenalan singkat
tersebut.
“Eh
kok cepet banget sih? Bukannya baru aja maju ya tadi?” Gumam Darko dalam hati.
Setelah
perkenalan, secara maraton tanpa ada permisi langsung dilanjutkan dengan materi
mata kuliah. Lama tidak membuka, bahkan melirik buku sekalipun membuat kuliah
pagi ini terasa berat. Darko kemudian memalingkan muka ke belakang mencari
dimana paras anggun tadi berada.
“Ah
disana ternyata,” sembari bergumam sambil menghindari pandangan dosen dengan
hati-hati.
Nurul
terlihat diam, tenang, memperhatikan, seperti air dalam telaga seakan tidak
akan ada suatu hal buruk yang akan berani menjamahnya sampai ketika,
Ketika
Darko sedang keadaan lengah alias sedang memperhatikan gadis pujaannya itu,
teman sebangkunya yang tidak lain adalah Cahyo mengambil smartphone dari mejanya dan membajak salah satu media sosial milik
Darko. Tanpa berpikir panjang, Cahyo mengetik emoticon ‘:*’ kepada Nurul di
jendela obrolan. Sebenarnya Cahyo tidak berniat buruk apapun. Dia memang memiliki
kebiasaan buruk bercanda yang berlebihan dan lepas kontrol.
Sebelum
Darko tersadar bahwa akunnya dibajak, Cahyo mengembalikan smartphone milik Darko dengan cepat kilat. Saat Darko memperhatikan
Nurul, tiba-tiba dia dibalas dengan tatapan sinis si Nurul. Setelah Nurul
melihat handphone miliknya, sikap
Nurul menjadi berbeda kepada Darko. Darko pun mulai bingung kenapa tiba-tiba
sikapnya berubah secara mendadak terhadapnya. Melihat perubahan sikap itu,
kemudian Darko memalingkan pandangannya dan mulai memperhatikan dosen.
Selama
sesi berlangsung, Darko tidak berkonsentrasi karena memikirkan perubahan sikap
Nurul terhadapnya secara mendadak. Dan akhirnya “Waktu kuliah tinggal 5 menit
lagi.” terdengar suara operator peringatan dengan suara wanita yang sangat
lembut. Darko berniat untuk menemukan akar masalah dari semua ini saat
istirahat nanti.
Bel
operator tanda selesai sesi perkuliahan pun terdengar dan para mahasiswa segera
meninggalkan ruang kelas. Nurul telah meninggalkan ruang kelas sebelum Darko
menanyakan sesuatu kepada Nurul.
Kemudian
Darko pergi ke kantin dan disana telah menunggu kedua sobat karibnya yang
sedang makan yakni Cahyo dan Dito. Darko mulai cerita kejadian yang dialaminya
selama sesi perkuliahannya.
“Aku
bingung dengan perubahan sikap Nurul terhadapku hari ini.” Curhat Darko.
“Memangnya
kenapa?”tanya Dito.
“Tadi
tiba-tiba dia bersikap sinis kepadaku. Entah kenapa aku juga gak tahu. Masak
kesamber gledek? Padahal juga ga ada gledek hari ini.” Jawab Darko.
“Maaf
ni Ko. Sebenernya... Sebenernya... Tadi....” ujar Cahyo terbata-bata.
“Kenapa
yo? Ngomong jangan setengah-setengah dong.” Sahut Darko.
“Sebenarnya
tadi aku ngebajak akunmu. Hasrat menjahiliku sudah bikin aku kesurupan Ko. Maaf
ya Ko.” Jawab Cahyo sesal.
“Apa?
Kamu membajak akunku?”
Kemudian
Darko membuka akunnya dan dia terkejut setengah mati.
“Pantesan..
Pantesan dia sesinis itu kepadaku. Ternyata kamu pelakunya ya Yo. Asli! Kamu
itu bener-bener kelewatan Yo!” Jawab Darko dengan marah.
“Iya
tuh kamu, Yo. Kamu lihat-lihat juga dong target jailmu. Orang sekalem Nurul
bisa-bisanya kamu jahilin juga. Haha... Sudah-sudah! Mending sekarang mikirin
gimana caranya menjelaskan ke Nurul.” Jawab Dito.
“Memang
gimana??” tanya Darko.
“Kalian
sudah tahu belum kalau minggu depan mau diadakan Perkemahan Budaya Angkatan di
Bogor?” Tanya Dito sambil mendorong tahu bakso yang besar itu masuk kemulutnya.
“Lhoh,
kok aku gak tahu? Itu acaranya gimana?” Darko pun hanya bisa memandangi Cahyo
dan Dito berharap mendapat jawaban yang jelas.
“Ah
apaan sih yang kamu tahu? Kamu kan apatis, ingetnya makan muluk. Acaranya itu
besok minggu depan di Bogor dan dengar-dengar sih akan ada persembahan kelompok
dimana tiap kelas terbagi menjadi dua kelompok untuk menampilkan persembahan
yang berbeda.” Jawab Dito dengan panjangnya.
“Wah
asyik nih, semoga saja aku sekelompok sama si Nurul dan aku juga bisa
meluruskan kesalahpahaman ini.” Darko berkata dengan penuh harapan.
Website
angkatan jelas terbuka daritadi, tidak ada aktivitas yang muncul, hanya
menunggu dan menunggu.
“Cling!
Cling!”
Akhirnya
terdengar nada pemberitahuan muncul. Terlihat bahwa pengumuman kelompok sudah
dirilis.
“Aku
masuk kelompok apa ya?” Gumam Darko sambil mengepalkan tangan menahan adrenalin
penantian yang berjolak.
Sayang
seribu sayang, apa yang diharapkan oleh Darko yakni satu kelompok dengan sang
bidadari bersuara lirih alias Nurul tidak dapat terwujud. Darko masuk ke
kelompok dancing, sedangkan nama
Nurul ada di kelompok singing. Di
kelas Darko memang dibagi menjadi kelompok dancing
dan singing karena mereka ingin
mementaskan pertunjukkan dari kelompok menari dan menyanyi.
Kesepakatan
pun sudah ditetapkan. Darko pun tiada bisa berbuat apa-apa lagi.
“Tiada
daya aku tak kuasa mengubah semua ini. Semua telah diketuk palu.” Gumam Darko
sok puitis.
Setelah
membaca pengumuman kelompok, hati Darko terasa tertusuk-tusuk. Karena terlalu
kecewa dan putus asanya sampai dia merasakan daging di badannya terasa
teriris-iris tipis. Darko termenung dan melamun sendiri dan tiba-tiba datanglah
sohib-sohibnya. Cahyo dan Dito datang dengan tiba-tiba lalu mereka mendadak
mendorong badan besar Darko dari belakang. Namun badan darko rupanya lebih
dahsyat pantulannya daripada dorongan Cahyo dan Dito. WOOW!! Dua lawan satu
tetap aja menang Darko.
“Kalian
tuh ngapain sih tiba-tiba nongol dari belakang? Asal kalian tahu aja nih,
badanku terbuat dari 10 tumpukan kasur busa,” menjawab candaan si Cahyo dan Dito.
Darko
memang lihai dalam memainkan ekspresi untuk menutupi suasana hatinya. Dia
berusaha menyembunyikan dengan seaman-amannya dari siapapun tentang suasana
hatinya yang sedang mendung saat itu. Namun apalah daya Darko tak kuasa lagi
menyembunyikan awan mendung di hatinya dari kedua sohib tengil itu. Mereka
memang selalu bertingkah jail dan konyol. Namun mereka adalah kedua sosok
sahabat yang benar-benar memahami keadaan sahabatnya sendiri.
“Heyy..
Paus! Kamu kenapa? Belum makan? Laper? Suram banget wajahmu tuh. Kayak paus
kelaparan tuh. Coba ngaca deh kalau ga percaya.” Tanya Dito.
“Suram
gimana? Wajah unyu kayak gini kok suram sih? Darko coba mengelak.
“Mau
unyu, lucu, imut, atau baby face pun
mukamu tuh ga bisa bohongin kita tau sob.” Sahut Cahyo.
“Bohong
apa?” Elak si Darko tajam.
“Ya
kamu bohong mainin ekspresi muka yang sok ceria itu. Padahal kamu pasti ada
suatu ganjalan di hati kan.” Jawab lantang Dito.
“Kamu
ceritain ke kita aja apa sih yang bikin hatimu mengganjal. Siapa tau kita bisa
ngasih solusi atau masukan.” Cahyo berusaha meyakinkan Darko.
Akhirnya,
Darko pun bersedia meluapkan segala isi hati dan apa pun yang tengah dia
rasakan. Dia menceritakan bahwa harapan untuk bisa sekelompok dengan Nurul
sirna sudah. Darko telah memendam rasa kepada Nurul. Walau terbilang singkat,
benih-benih asmara telah bermunculan di hatinya. Maka dari itu, Cahyo dan Dito
menjadi tiada tega menyaksikan paus karibnya itu kecewa dan bersedih hati.
Mereka memberi semangat dan masukan kepada Darko supaya memanfaatkan momen
ketidakbersamaan itu. Darko mulai paham dan mengerti apa yang dikatakan kedua
sahabatnya. Dia mulai ceria dan bersemangat kembali seperti sedia kala.
Hari demi hari pun ia jalani dengan
segala bentuk latihan guna mempersiapkan penampilan persembahan. Karena setiap
kelompok harus ada satu orang yang ditunjuk sebagai ketua sekaligus penanggung
jawab. Maka dipilihlah Rian sebagai ketua kelompok singing dan Toto sebagai ketua kelompok dancing. Dalam persembahan ini, Darko ditantang Toto untuk tampil
menjadi centre. Dia mendapatkan peran
merebut hati para penonton. Hal ini karena badan gembulnya dapat mengundang
tawa.
Sebagai centre, Darko memang seharusnya tampil total. Setiap hari dia
berlatih koreografi yang telah diajarkan Toto kepadanya. Koreografi Darko
memang berbeda dengan anggota lain.
Suatu hari setelah selesai latihan,
Darko istirahat sejenak di kantin guna mengisi tenaga alias bahan bakar yang
hampir habis. Dia memasukkan stok makanan ke dalam perutnya. Karena terlalu
bersemangat, Darko hampir lupa mengisi cadangan makanan di perutnya. Maka Darko
melahap semua makanan yang telah dipesannya tersebut. Tiba-tiba datang seorang
menghampirinya yakni sang ketua sekaligus penanggung jawab kelompok dancing.
“Ko. aku perhatiin sepanjang latihan
tadi kamu adalah anggota yang paling serius latihan.”
“O ya? Masa sih? Ga juga deh.” Sangkal
Darko.
“Halah. Ga usah belagak gatau gitu deh
Ko.”
“Kalau aku memang serius kenapa? Adakah
yang salah?” tanya Darko.
“Ga juga sih. Itu berarti kamu menikmati
tugasmu sebagai centre. Semoga
persembahan kelompok kita menang ya Ko.”
“Aamiin.”
Momen
persembahan akhirnya datang juga. Latihan yang telah dijalani harus dibayar
selama persembahan ini. Kelompok dancing 1-M
mendapatkan giliran ke lima. Sembari menunggu giliran kelompoknya, Darko duduk
manis menonton persembahan kelompok lain.
“Bagus juga persembahan kelompok lain.
Minimal ga memalukan.”
Darko mulai kehilangan percaya dirinya.
Keringat dingin pun menetes tak terbendung di tubuhnya. Saat itu juga ada
seseorang datang menghampirinya.
“Kamu kenapa Ko?”
“Eh, kamu Nurul. Gapapa kok, cuma agak
minder nih, persembahan kelompok lain keren-keren.”
“Jangan minder gitu dong. Tunjukkan kalo
persembahan 1-M itu kerennya ga main-main. Tetep total!”
Setelah Darko diberi rangsangan
semangat, dia pun terbakar semangatnya. Semangat berapi-apinya pun muncul. Kelompok
demi kelompok pun mulai tampil dan sekarang tibalah saatnya kelompok dancing 1-M. Darko pun mulai beraksi dan
menampilkan segalanya melebihi apa yang telah dilakukan ketika latihan. Darko
benar-benar mendapatkan respon positif dari para penonton. Para penonton
tertarik pada penampilan kelompok dancing
1-M khususnya penampilan Darko. Malam itu Darko memang mengundang banyak
tawa karena penampilannya tak terkecuali Nurul. Di belakang panggung Nurul
berkata kepada Darko.
“Penampilan
tadi lucu. Kamu berhasil.” Kata Nurul memuji.
“Kamu
bilang kayak gitu ke aku? Kamu udah gak sinis nih sama aku?” tanya Darko heran.
“Memangnya
aku ga boleh ya bilang kayak gitu?”
“Bukan
gitu juga. Kamu kan jadi sinis dan menghindariku. Sepertinya kamu salah paham
deh. Sebenarnya, akunku dibajak Cahyo. Dia memang jailnya ga ampun-ampunan.”
Jelas Darko panjang lebar.
“Aku
gak menghindar kok. Waktu itu aku buru-buru keluar dari kelas soalnya pengen
lihat pengumuman panitia di mading.” Jawab Nurul.
Mendengar
penjelasan itu rasanya banyak bunga bertebaran di hati. Sungguh senang hati
Darko. Saat itu Darko dan Nurul mulai saling mengobrol dan menambah mekarnya
bunga di hati Darko.
Acara
persembahan kelompok pun hampir usai. Semua kelompok telah mempersembahkan
penampilan mereka masing-masing. Acara persembahan ditutup dengan gemerlap kembang
api di langit malam perkemahan budaya. Malam itu juga Darko, Nurul, dan teman-teman
mereka mengobrol bersama. Di tengah obrolan, Cahyo mempunyai ide untuk bermain Truth or Dare. Persetujuan dan
kesepakatan sudah didapatkan dari semua pihak termasuk Darko dan Nurul.
Permainan pun dimulai. Pena yang digunakan sebagai alat permainan pun mulai
diputar. Malang sungguh malang nasib Darko malam ini. Pena itu mengarah padanya
dan berbagai macam pertanyaan terlontar padanya.
“Ko,
aku penasaran nih. Kenapa kamu mau mempermalukan diri di persembahan tadi?”
tanya Toto
“Siapa
yang mempermalukan diri? Aku ga malu-maluin kan? Justru aku malah seneng kalo
temen-temen semua tu juga terhibur dengan penampilanku tadi.” Jawab santai
Darko.
“Terus,
kamu mau nglakuin itu semua karena siapa hayoo ngaku?” Interogasi Cahyo.
“Untuk
kalian semua lah. Aku memang pengen tampil total di persembahan ini supaya
tidak mengecewakan.”
Darko
memang pandai merangkai kata supaya rasa kagumnya terhadap Nurul tidak dapat
diketahui. Kemudian permainan dilanjutkan dan pena pun diputar kembali. Kali
ini sungguh tak disangka kemana arah pena itu berhenti. Pena pun berhenti tepat
ke arah Nurul. Darko tidak mau kehilangan kesempatan untuk bertanya-tanya
padanya.
“
Aku mau tanya sesuatu dan kuharap kamu tidak tersinggung. Nur, kenapa kalau di
tengah jalan, kamu seolah-olah ga kenal sama aku sih? Kenapa sikapmu sering
begitu? Apa menurutmu aku sangat memalukan?” Tanya Darko penasaran.
“Kalau
aku ga nyapa sewaktu di jalan itu kemungkinan besar karena aku ga bisa melihat
dengan jelas siapa saja yang aku jumpai. Kamu kan tahu sendiri kalau aku jarang
pake kacamata kalau ga lagi baca.”
“Owh..
Jadi kamu ga tahu ya siapa saja yang papasan sama kamu kalau di tengah jalan. I
see I see.” Ujar Darko.
“Iya.
Maaf ya. Lain kali tolong tegur aku ya.”
“Sekarang
giliran aku yang tanya. Nur, kira-kira ada sesosok lelaki yang kamu kagumi ga
di sekolah kita?” Tanya Toto.
“Hmm..
Aku bukan tipe orang yang menyibukkan diri dengan hal-hal seperti itu. Jadi,
aku malah gak kepikiran mencari-cari siapa idolaku di sekolah ini.” Jawab Nurul
santai.
“Kalau
misalnya ada seseorang yang naksir sama kamu dan dia telah berkorban mempermalukan
dirinya agar kamu tertawa?” tanya Cahyo
“Hmm.
Aku akan berterima kasih kepadanya sekaligus meminta maaf kepadanya. Aku minta
maaf karena tidak bisa membalasnya sekarang karena aku belum memikirkan hal-hal
seperti itu.” Jawab Nurul bijaksana.
Mendengar
jawaban Nurul, kemudian Darko terlihat patah semangat. Bunga-bunga di hatinya
yang baru saja mekar seakan berguguran secara perlahan. Cintanya bertepuk
sebelah tangan. Rasa kagum dan cinta yang sangat mendalam kepada sang bidadari
ternyata hanya berjalan searah.
Malam
itu merupakan malam penyadaran bagi Darko. Walaupun hati Darko masih terluka
dan kecewa karena apa yang terjadi tidak sesuai harapannya, dia tetap harus
menjalani hidupnya. Kedua sahabat karibnya selalu memberi semangat kepadanya agar
dia bisa move on dari perasaannya.
Perlahan
Darko mulai bangkit dari rasa sedihnya. Dia mulai menyibukkan dirinya agar
perhatiannya tidak terfokus kepada gadis pujaannya itu. Dia tersadar bahwa
Tuhan memang mudah mempertemukan dua hati dengan cara indah-Nya dan Tuhan juga
memiliki cara yang paling sempurna untuk menghubungkan kedua hati tersebut
meskipun secara raga tidak bisa saling bersatu.
by: Aditya Riskian
Afifah Imas N.
Afifah Imas N.
PENTING : Tokoh hanyalah fiktif karya lamunan amatir~ Sippp~
Sekelumit pengobat resah saat waktu meluap meminta hati~ :v
itu kisahnya kak adit ya :v
ReplyDeleteBukan~ Aku g segedhe itu~ -_-
Deletecurhat dit?,, :O
ReplyDeleteNggak Vi~ -_-
Delete