TRANSLATE THIS BLOG
Sunday, June 12, 2011
Fisika Seratus Tahun Kemudian
Satu ritual yang paling saya sukai di dunia ini adalah berkumpul dengan teman-teman, mengobrol dan berdiskusi ngalor-ngidul. Saya yakin, setiap waktu yang berdetak dalam sesi-sesi seperti itu bukanlah wasted time. Saya yakin, setiap kalimat yang terucap dalam sesi-sesi seperti itu tak akan sia-sia. Manfaat sesi-sesi seperti itu akan terasa di timeline kita kelak.
Salah satu sesi paling menginspirasi terjadi pada suatu siang di teras kos saya, setelah kami menyelesaikan beberapa sks mata kuliah. Inilah obrolan kami siang itu (siapa tahu bisa di post di website ilmu pengetahuan berbasis keasyikan ini).
Afif: Bahwa pikiran kita adalah kunci kesuksesan kita. Prasangka adalah bagian dari realita imajiner yang pasti akan menjadi realita faktual. Maka tak seharusnya seseorang berprasangka jelek, karena kejelekan kelak akan terwujud. Berprasangkalah yang baik-baik, niscaya kebaikan pulalah yang akan didapat.
Saya: Betul. Allah tergantung prasangka hamba-Nya.
Ricky: Konsep-konsep seperti itu kadang-kadang selalu membuat kita bangkit, sementara ketika lupa langsung tak berbekas.
Saya: Saya selalu yakin, semua fenomena di alam ini bisa dijelaskan secara fisika, termasuk konsep-konsep seperti itu.
Afif: Fisika? Oh, hampir lupa, kamu adalah salah satu kandidat penerima Nobel Prize masa depan...hehehe.
Ricky: Are you sure, Kawan? (ekspresinya sedikit tak yakin ke arah saya).
Saya: I’m sure absolutely. Fisika adalah ilmu eksakta kualitatif paling dasar, induk Kimia, Biologi, Genetika, dan bahkan Astronomi. Kita bisa mengembangkan Kimia lebih lanjut setelah beberapa unsur dalam Tabel Periodik Unsur ditemukan. Kita bisa mengembangkan Biologi setelah mekanisme-mekanisme kimiawi dalam tubuh organisme terungkap secara fisika. Kita bisa mengembangkan Genetika setelah DNA, RNA, dan beberapa unsur gen diperoleh secara fisika. Dan kita bisa mengembangkan Astronomi dan Astrofisika setelah kecepatan cahaya terdefinisi.
Afif: Kami sedang tidak membahas itu semua, Kawan. Kami sedang membahas masalah pikiran dan realitas.
Saya: Persis. Itu lebih mirip prinsip waktu paralel yang lahir dari Paradoks Kucing Schrodinger. Namun, saya lebih suka membahas Prinsip Keberpasangan, daripada prinsip-prinsip absurd itu...hahaha
Afif: ???
Ricky: ???
*mungkin kalau digambar di atas lembar karikatur, di atas kepala mereka sedang bertebaran tanda tanya yang sangat banyak*
Saya: Menurut saya, sesuai Prinsip Keberpasangan, dunia kita harus terbagi dalam dua bagian: dunia nyata dan dunia gaib. Itu mungkin sudah maklum di semua budaya dan komunitas masyarakat di belahan bumi manapun. Namun sayangnya, secara fisika sama sekali belum maklum.
Ricky: Dan kamu yakin alam gaib bisa dijelaskan?
Afif: Dan ada hubungannya dengan pikiran?
Saya: Yakin (saya jawab pertanyaan Ricky). Ada (saya jawab pertanyaan Afif). Prinsip Keberpasangan mengharuskan adanya alam gaib yang menjadi pasangan alam nyata. Alam nyata ada di antara kecepatan nol sampai kecepatan cahaya, sementara alam gaib ada di antara kecepatan cahaya sampai kecepatan infinit. Unsur-unsur tubuh kita ada di dunia nyata karena tersusun atas materi-materi lembam yang terikat hukum fisika, sementara unsur-unsur pikiran kita ada di dunia gaib karena tersusun atas materi-materi tak lembam yang terikat hukum-hukum metafisika.
Afif: Metafisika? Wow! Itu kesukaan saya.
Saya: Iya, metafisika. Semakin yakin pikiran kita akan menjalani satu timeline dalam waktu-waktu yang paralel, semakin kenyataan imejiner dalam pikiran kita akan mewujud menjadi realitas. Makanya kalau kita berprasangka sesuatu adalah jelek, maka biasanya akan menjadi jelek beneran. Sementara kalau kita berprasangka sesuatu itu baik, maka akan jadi baik. Kalau pikiran kita yakin sendok yang kita pegang akan bengkok, ya jadi bengkok beneran (saya sambil memegang sendok kuat-kuat dengan tangan kanan, memandangnya erat-erat, kemudian tawa pecah berderai-derai).
Ricky: Kalau begitu kamu juga yakin mitologi-mitologi hantu itu fakta?
Saya: Yakin Rick, yakin sesuai Prinsip Keberpasangan. Sayang sekali, hukum-hukum metafisika belum terformulasi dengan meyakinkan, matematika metafisika juga belum ada, makanya alam gaib belum bisa dimanfaatkan. Hanya beberapa orang saja yang telah mengambil manfaat, misalnya paranormal, dukun, dan cenayang. Itu pun dengan bantuan para warga alam gaib. Coba kalau manusia sudah tahu formulasi dan matematika alam gaib, kecerdasan manusia akan berjalan tanpa harus bersekutu dengan hantu dan jin. Bukankah derajat manusia lebih tinggi dari jin dan malaikat sekalipun?
Afif: Ah, menarik sekali!
Ricky: I’ve so skeptical mind.
Saya: Saya juga skeptik, makanya suatu saat mau saya buktikan. Saya harap, pekerjaan saya suatu saat akan menciptakan insinyur-insinyur kreatif yang akan mewujudkan teleporter dan piring terbang. Dan saya yakin, seratus tahun yang akan datang, kurikulum fisika di sekolah-sekolah dan universitas-universitas akan diupdate dengan materi-materi metafisika.
Afif: Dan kamu yakin Nobel Prize akan ada ditanganmu setelah kamu memecahkan formulasi metafisika?
Saya: Hehehe...
Begitulah salah satu sesi obrolan paling berkesan yang sempat terekam dalam benak saya. Semoga bermanfaat, dan tetap semangat!
foto: ikafisikaunmul.org
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment