Taringku menjadi Darahmu
Kejadian malam itulah yang kini terngiang di benak Ardi. Dia tidak menyangka bahwa penyakit yang dideritanya itu menyebabkan dia ditolak keberadaannya oleh ayahnya. Ayahnya malu lantaran anaknya yang menderita kelumpuhan pada kaki itu tidak dapat berjalan sebagaimana teman sebayanya. Ayah yang seharusnya merasa bersalah itu malahan menyalahkan ibunya yang selalu sabar merawat anaknya tersebut.
“ Sudahlah Yah, ini bukan salah bunda...“, rengek Ardi
“ Minggir kau anak sial, jangan sok menasihatiku. Dasar sampah!” , teriak ayah itu.
Tidak terima dengan perlakuan sang ayah kepada anaknya, ibunya langsung membawanya pergi.
“ Sudahlah yah, apa kau tidak merasa bahwa kau lah penyebab semua ini! Kau pergi dan memakai uangmu untuk dirimu sendiri. Kau tidak pernah memberi kami kehidupan. Tapi, kenapa ayah menyalahkan kami? Ya sudah, mending aku dan anakku sekalian minggat saja. “
Isak tangis yang menyelimuti keheningan itu menjadi panah beracun yang mengingatkan bahwa buruannya yang telah memangsanya. Kesadaran diri yang datang tak mampu mengembalikan semuanya. Karena nasi yang sudah menjadi bubur tidak mungkin ditanak lagi. Kesedihan ini mengingatkannya pada racun yang dulu ditebarnya.
Hal ini bermula pada saat anak pertama dari Parno dan Tini itu lahir. Mereka dengan gembira menyambut tunas bangsa yang diberi nama Ardi Nugraha Setyo. Selama Ardi belum mampu melangkahkan sepasang kaki mungilnya itu, Parno dan Tini selalu merawat anak mata sewayangnya itu dengan penuh kelembutan dan kasih sayang. Pada saat Tini sedang menggendong anaknya, tiba tiba Parno datang dengan membawa sesuatu yang dikemas dalam kardus.
“ Bawa apa itu Yah? “, tanya Tini dengan penasaran.
“ Ini adalah patung dari kristal gelas yang diwariskan turun temurun kepada anak yang dianggap paling baik diantara saudara saudaranya yang lain, dan aku berhasil mendapatkannya. Jadi tolong dirawat ya istriku.”
“ Iya suamiku tercinta. Kalau memang itu sangat berharga bagimu, aku akan senantiasa menjaganya.”, balas Tini.
Setelah itu, Parno kembali ke sawah untuk bekerja. Meskipun dia hanya sebagai penggarap sawah milik orang lain, tapi dia dengan ikhlas mengerjakannya karena hanya itulah sumber mata pencahariannya. Tini yang menjadi buruh cuci membuat beban ekonomi keluarga berkurang meskipun m asih dibawah cukup. Namun keluarga kecil itu selalu mendapat kegembiraan meskipun dalam hal ekonomi mereka kurang.
Setelah umur sepuluh tahun, Ardi menjadi sering pergi meninggalkan rumah karena selalu bermain dengan teman sebayanya. Tini menjadi jengkel dan khawatir dengan kelakuan anaknya itu. Jengkel karena selalu pulang maghrib dan khawatir karena pada saat dia sedang ngobrol dengan ibu ibu di kampungnya, mereka membicarakan tentang maraknya penculikan anak belakangan ini. Tini yang khawatir akan hal itu berusaha untuk menasihati anak semata wayangnya itu untuk tidak mudah mempercayai orang lain. Tapi yang namanya anak kecil, mereka menganggap hal itu menjadi seberat angin.
Suatu hari, teman teman Ardi mengajaknya untuk bermain ke pasar. Ardi tidak tahu kenapa harus kepasar, tapi dia ikut saja. Sesampainya disana, Ardi menjadi tahu kenapa teman temannya mengajaknya ke pasar.
“ Nikmatilah seribu satu permainan di acara kami dalam rangka membantu fakir miskin, cukup dengan membayar Rp 1000,00 anda sudah dapat menikmati segala macam permainan”
Kerasnya suara itu membuat masyarakat tertarik, tak terkecuali hantu anak.
“ Ayo, cepat kita masuk!” , teriak salah satu temannya.
“ Tapi aku tidak punya uang, gimana dong?” , tanya Ardi
“Tenang, nanti aku pinjami uang. Tapi sesampai dirumah dikembalikan ya.” , balas temannya yang merupakan anak pejabat.
“ Iya, tenang deh.”
Mereka kemudian membeli karcis tersebut. Karen antrian yang sangat panjang, mereka harus menunggu lama. Setelah lima menit lamanya, mereka kemudian berpencar mencari permainan yang mereka suka. Ardi yang memang menyukai komedi putar, tanpa ragu langsung antri untuk menaikinya. Sedangkan teman temannya yang lain bermain jauh dari tempat Ardi bermain.
Setelah dua jam berlalu, Ardi duduk di pinggir pasar karena merasa haus. Tiba tiba datanglah pemuda gagah yang iba melihat kondisi Ardi. Dia kemudian memberi Ardi sebotol air minum yang sudah dibawanya tadi.
“ Terima kasih ya Kak karena sudah memberiku minuman”, kata Ardi
“ Iya, tidak apa apa kok. Ya sudah, habiskan saja”, balas pemuda tadi.
Namun beberapa mmenit kemudian Ardi merasa mengantuk dan tidak sadarkan diri. Tidak salah lagi, pemuda gagah tadi adalah serigala berbulu domba yang dikenal masyarakat sebagai penculik anak. Namun saat dia melancarkan aksinya, beberapa warga berhasil mencegahnya dan kemudian menghajarnya hingga babak belur. Sedangkan Ardi kemudian dipulangkan ke rumahnya. Tini yang kemudian mengetahui hal itu kemudian pingsan, dia syok karena berita yang sampai ditelinganya baru setengah bagian.
Setelah hal menghebohkan itu, Tini kemudian melarang dengan tegas Ardi untuk pergi bermain tanpa pengawasan. Hal itu membuat Ardi menjadi bosan di dalam rumah, sehingga dia kemudian melihat lihat dari sudut ke sudut rumahnya itu untuk mengurangi kebosanannya hingga suatu ketika dia menemukan sesuatu yang berkilauan. Sebuah kerajinan tangan yang berkilau menarik perhatiannya. Dengan seketika, dia kemudian membawanya pergi bermain dan menunjukkannya pada teman temannya. Namun karena kesombongan Ardi yang berlebihan membuat salah satu temannya jengkel dan berniat mengerjainya. Dia mengajak Ardi untuk pergi ke sungai untuk berenang. Ardi yang mau berenang itu kemudian menaruh benda indah itu didekat pakaiannya. Dengan memanfaatkan kelemahan Ardi itulah, temannya itu berhasil membuang benda itu di sawah dekat sungai.
Setelah selesai berenang, dia kemudian memakai bajunya kembali dan langsung pulang kerumah tanpa curiga sedikitpun. Sesampai dirumah, suasana geger pun menyeruak. Ayah dan ibunya bingung mencari benda yang dibawa Ardi tadi.
“ Ardi, kamu tahu dimana patung mungil dari gelas yang berkilau yang ibu simpan dilemari?” , tanya Tini dengan gelisah
“ Tidak tahu aku Bu, aku kan tadi keluar.” , bohong Ardi kepada ibunya
Seisi rumah pun bingung mencarinya. Selidik punya selidik, Parno pun menyadari kalau anaknya telah berbohong kepadanya. Dia pun kemudian memarahi anaknya itu dan menyuruh anaknya mencarinya sampai dapat. Jika belum bisa mendapatkannya, maka dia tidak boleh pulang.
Ardi yang kebingungan mencari di sekitar sungai tempat dia bermain tadi, namun dia tidak mendapatkan apa apa. Dia kemudian mencarinya di sawah, namun pada saat dia turun kesawah, kakinya terluka oleh sebuah besia tajam yang terdapat didasar. Dia pun menangis kesakitan karenanya, namun dia tetap berusaha untuk mencarinya. Saat sang surya pergi pun dia belum bisa menemukannya. Tini yang khawatir akan kondisi Ardi pun kemudian menjemputnya dan membawanya pulang. Dia kemudian merawat luka anaknya itu yang memang parah dengan peralatan seadanya karena biaya untuk ke Puskesmas mahal. Namun rasa marah Parno kepada anaknya itupun tidak bisa dilenyapkan hingga membuatnya benci terhadap anaknya sendiri.
Setelah kejadian itu, tidak ada lagi riuh canda dan tawa dalam keluarga itu. Hanya kekakuan yang ada dalam kehidupan mereka. Parno yang biasanya selalu menghidupi mereka, kini menjadi seorang penjudi berat yang lupa akan keluarganya. Anak dan istrinya tidak pernah diurusinya, sedang pada saat itu, luka di kaki Ardi mengalami pembusukan. Semakin kompleks saja masalah yang mereka alami.
Hingga suatu pagi, Parno menyuruh Ardi untuk membersihkan rumah. Tapi tiba tiba Ardi tidak bisa bangun dari tempat tidurnya. Dia bingung apa yang sebenarnya terjadi padanya. Dia hanya diam, bingung, sedih, dan lain sebagainya. Parno yang tidak sabar kemudian mendatangi anaknya itu dan menyeretnya keluar. Namun pada saat Parno menggeret Ardi, anaknya itu langsung jatuh tak berdaya di lantai. Parno pun kaget dan kemudian membawa anaknya itu ke puskesmas dengan menggunakan jamkesmas yang diterimanya kemarin.
“ Apakah Bapak adalah ayah kandung dari Ardi? “, tanya dokter puskesmas.
“ Iya benar.” , jawab Parno
“ Menurut hasil dari pemeriksaan yang kami lakukan tadi dapat disimpulkan bahwa anak anda mengalami kelumpuhan pada kaki anak anda lantaran adanya bakteri yang telah menginfeksi kaki anak anda.”
Mendengar hasil pemeriksaan dari dokter tersebut membuat Parno shock. Dia tidak bisa berbicara apapun di puskesmas. Sampai dirumah, dia menjelaskan hal ini pada Tini. Dengan seketika, Tini pun langsung pingsan ditengah pembicaraan. Berita memalukan itu pun terdengar sampai ditetangga sekitar dan menjadi topik pembicaraan para ibu ibu. Parno yang malu akan hal itu menjadi dendam pada anaknya. Dia tidak pernah mengurusinya dan memandang sebagai anaknya lagi. Hingga hal ini membuat keluarga mereka pecah.
Kadang hal kecil bisa menjadi besar apabila pola pikir kita membuat hal itu menjadi besar. “ Hal yang kecil anggaplah menjadi kecil, dan hal yang besar anggaplah menjadi hal yang besar. Maka keluarga anda akan menjadi lebih baik”, kalimat itu saya dengar dari acara Mario Teguh dan menginspirasi saya untuk menggambarkan hal yang akan terjadi bila hal itu tidak dilakukan. Terima kasih Pak Mario Teguh. Heehehehe
No comments:
Post a Comment