TRANSLATE THIS BLOG

Translate this page from Indonesian to the following language!

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Widget edited by Anang

Tuesday, July 1, 2014

Aku Melihatmu, Rara

“Krakkk...”
Pintu yang rapuh itu terbuka. Perlahan bayangan hitam menyusup masuk melalui celahnya. Tampak sosok hitam tegap membelakangi cahaya. Bau anyir menguap di sekeliling bayangan tersebut. Terlihat darah menetes dari ujung pisau yang ia pegang.Tangan kirinya berusaha untuk meraba setiap benda yang mungkin untuk ia duduki.
“Bruukk!!!”
Dia menjatuhkan tubuhnya pada kursi tua yang telah lapuk. Terdengar suara batuknya yang bersahutan terpicu debu gatal dari kursi tersebut. Ia buang pandangannya pada sebilah pisau yang ia pegang. Ia mengangkat pelan pisau itu hingga setara dengan dadanya. Sorot matanya terpaku pada ujung pisau buram, tapi mampu memantulkan bayangan dirinya. Napasnya semakin melembut seiring tatapannya yang mulai melemah. Pandangannya berubah menjadi hampa.
“Indra, aku juga seneng banget bisa di deket kamu.”
“Iya Ndra, aku terima kamu buat jadi pacarku.”
“Maaf Ndra, aku gak tahu kalau aku ternyata belum bisa melupakanya.”
“Ndra, jangan hubungi aku sekarang ya. Aku takut dia marah.”
“Ndra! Kenapa sih kamu suka ikut campur urusan orang!”

“Prakkk!!!”
Seketika Andre terbangun dari lamunannya. Seluruh badannya gemetar saat menyadari kedua tangannya berlumuran darah. Ia cengkram erat-erat rambut kepalanya. Urat-urat kepalanya timbul menerima tekanan batin yang berat. Ia tersenyum. Seyumnya kemudian dibalas dengan pekikan yang pilu. Air matanya semakin deras mengalir membuat raut muka semakin menyedihkan.
“Aaarrrgghhh!!!”
Ia hempaskan seluruh benda disekitarnya. Ia ambil pisaunya yang terjatuh dan ia koyak dengan kasar bantalan kursi tempat ia bersandar barusan. Rasa bersalah bercampur amarah menekan mentalnya dengan kuat. Napasnya semakin memburu, menghiraukan rasa panas dan sesak yang terasa mengumpul di rongga dadanya. Ia semakin menggila dan tak terkendali.
“Aaarrrgghhhh!!!”
Akal sehatnya telah lenyap. Tikaman bertubi-tubi mengoyak seisi perutnya. Seisi ruangan kacau dengan tawanya yang menggelegar. Seiring dengan suaranya yang melemah, tubuhnya roboh kehabisan darah. Pandangannya membayang, lepas dari sudut sadarnya. Napasnya semakin melemah. Senyuman kecil muncul di sudut bibirnya yang gemetar. Tubuhnya semakin pucat. Mulutnya berusaha terbuka perlahan. Pandangannya semakin mengangan jauh ke dalam pikirnya. Terdengar bisik lembut singkat sebelum mulutnya kaku.

“Aku melihatmu, Rara.”

No comments:

Post a Comment