Jepang merupakan negeri yang tak diragukan lagi kecanggihannya dalam urusan perkeretaan. Sebut saja nama shinkansen, kereta tercepat di dunia, yang hanya dengan berkedip saja, kereta ini melaju layaknya kilat. Kereta memang menjadi sarana transportasi utama di Jepang. Semua jenis kereta ada di Jepang, dari kereta lokal yang berhenti setiap 2 menit, kereta semi express, rapid express, super express, semuanya lengkap. Dan seluruh sistem perkeretaan di Jepang ini memberikan jasa ketepatan waktu yang luar biasa, kecepatan sempurna, dan keamanan pasti.
Apalagi di Tokyo, setiap hari jutaan orang harus diangkut dari suatu spot ke spot yang lain, dengan waktu yang secepat-cepatnya dan setepat-tepatnya (karena “terlambat” dalam kamus hidup di Jepang adalah sebuah dosa besar, ketepatan waktu adalah harga diri yang selalu dijunjung tinggi). Tentu saja, seluruh sistem kereta listrik itu didesain sedemikian rupa sehingga menyediakan pelayanan jasa transportasi yang sangat efektif dan efisien. Rute atau jaringan rel kereta di Jepang pun harus dibuat sesempurna mungkin.
Tokyo, ibu kota Jepang yang sangat padat penduduknya dan padat pula jalur-jalur rel keretanya ini, ternyata sempat membuat para peneliti kebingungan bagaimana cara menentukan rute rel kereta ter-efisien dan terdekat yang menghubungkan Tokyo dengan kota-kota lain. Maka kemudian jamur lendirlah yang menyelamatkan kebingungan mereka.
Jamur lendir mampu membentuk jaringan-jaringan yang menghubungkan rute terdekat spot makanan satu dengan spot makanan yang lain. Para penelitipun memanfaatkannya! Ilmuwan Toshiyuki Nakagaki dan timnya ini merancang peta Tokyo sedemikian rupa ke dalam plat medium si Jamur Physarum polycephalum , kemudian mengibaratkan spot-spot makanan jamur itu sebagai kota-kota penting yang harus dihubungkan dengan jalur kereta, spot awal si jamur yaitu pusatnya diibaratkan sebagai Tokyo. Maka dalam waktu 26 jam, terlihatlah karya si jamur yang menghubungkan kota-kota penting dengan Tokyo dengan tendril-tendril jamurnya. Rute yang dihasilkan jamur tersebut dievaluasi oleh para peneliti, dan terbukti menjadi rute rel kereta yang paling efektif dan efisien dibandingkan penentuan rute menggunakan komputasi atau perhitungan matematis yang jika direalisasikan justru akan memperbesar biaya pembangunan.
Maka secara tidak langsung, para penduduk Tokyo yang menjadi pengguna jalur kereta itu, para pekerja kantor yang setiap hari berjubel di subway Tokyo, para ibu-ibu, anak-anak sekolah, hingga masinis-masinis kereta dan semua orang yang berhasil sampai ke tempat tujuan dengan cepat dan tepat waktu itu berhutang budi pada sebuah jamur lendir. Jamur yang sama sekali tak pernah kita duga akan bisa membantu pembangunan peradaban Tokyo. Jamur lendir yang tak pernah populer selain tugasnya, yang selama ini kita tahu hanya sebagai pengurai daun-daun busuk di tempat lembab.
Begitulah betapa menariknya ilmu biologi yang mampu menginspirasi desain pembangunan rute rel kereta termaju di dunia. Adalah sangat disayangkan jika kita hanya mempelajari biologi, ilmu tentang hayati itu sebatas hafalan nama-nama spesies tanpa kita berusaha mencari tahu, apa sebenarnya di balik penciptaan makhluk-makhluk hidup itu, apa sebenarnya yang mampu mereka lakukan untuk manusia, apa yang mereka bisa ciptakan untuk memperbaiki kualitas hidup manusia. Inovasi serta imajinasi dalam belajar, selalu akan membuat kita terperangkap dalam rasa penasaran hingga akhirnya memacu kita terus menerus untuk belajar.
Sebelum penemuan rute rel kereta oleh jamur ini, mungkin orang akan menganggap penelitian ini adalah sesuatu yang sangat tak penting dan bertanya “Ngapain coba menganalisis cara jamur mendapatkan makanannya? Kayak kurang kerjaan aja, Memangnya kita mau memelihara jamur lendir?”. Namun seorang peneliti akan tetap kukuh dengan idenya, dan selalu yakin bahwa apapun yang mereka pelajari, apapun yang mereka cari, dan apapun yang mereka teliti, sungguh akan sangat bermakna untuk masa depan. Terbukti dengan mempelajari pola si jamur lendir mencari makanannya, dihasilkanlah rute rel kereta ter-efisiien di dunia.
Referensi :
“Ride the Slime Mold Express!”, By Tim Wogan, ScienceNOW Daily News.2010.
“Slime Mold Grows Network Just Like Tokyo Rail System”, By Laura Sanders, Science News. 2010.
Google map, Tokyo map.
No comments:
Post a Comment